Analisis Gender & Transformasi Sosial

Resume Buku
Judul Buku                  : Analisis Gender & Transformasi Sosial
Penulis                         : Dr. Mansour Fakih
Penerbit                       : Pustaka Pelajar-Yogyakarta
Jumlah Halaman          : 186
Tahun                          : 2007

Analisis Gender dan Ketidakadilan

Konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (jenis kelamin). Dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap kedua konsep tersebut sangat diperlukan karena dalasan sebagai berikut. Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidak adilan social yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan yang erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidak adilan gender (gender inequealities) dstruktur ketidak adilan masyarakat secara lebih luas. (hal. 3)

Analisis gender dalam sejarah pemikiran amnesia tentang ketidakadilan social dianggap suatu analisis baru, dan mendapat sambutan akhir-akhir ini. Disbanding dengan analisis social lainya, sesungguhnya analisis gender tidak kalah mendasar. Analisis gender justru iut mempertajam analisis kritis yang sudah ada. Misalnya analisis kelas yang di kembangkan oleh Karl Marx ketika melakukan kritik terhadap system kapitalisme, akan lebih tajam jika pertanyaan tentang gender juga di kemukakan. (hal. 4)

Lahirnya epistemology feminis dan riset feminis adalah penyempurnaan dari kritik mazhab Frankfurt dengan adanya pertanyaan gender. Demikian pula analisis diskursus (
discourse analysis) yang berangkat dari pemikiran Foucault dan Althusser, yaitu merupakan kritik atas semangat reduksionisme dan antipluralisme dari keseluruhan analisis dibawah pengaruh zaman modernism. Tanpa analisis kritis yang mempertajam analisis kritis yang sudah ada. Penyebab timbulnya perlawanan kaum perempuan dengan analisis gender: pertma, karena mempertanyakan status kaum perempuan pada dasarnya adalah mempersoalkan system dan struktur yang telah mapan, bahkan mempertanyakan posisi kaum perempuan pada dasarnya adalah mempersoalkan system dan struktur yang telah mapan, bahkan mempertanyakan posisi kaum perempuan pada dasarnya berarti menggoncang struktur dan system status quo  ketidak adilan tertua dalam masyarakat. Kedua, banyak terjadi kesalahpahaman tentang mengapa masalah kaum perempuan harus ditanyakan? Kesulitan lain, dengan mendiskusikan soal gender pada dasarnya berarti membahas hubungan kekuasaam yang sifatnya sangat pribadi, yakni mencangkut dan melibatkan individu kita masing-masing serta menggugat  privilege yang kita miliki dan sedang kita nikmati selama ini. (hal. 6)

Konsep gender yakni, suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara social maupun kultural. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.(hal. 8-9)

Perbedaan Gender Melahirkan Ketidakadilan

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequqlities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan system dan struktur di mana baik laki-laki dan perempuan menjadi korban dari system tersebut. Untuk memahamibagaimana perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui pelbagai manifestasi ketidakadilan yang ada. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilan, yakni: Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negative, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideology nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan gender tidak bisa sipisah-pisahkan, saling mempengaruhi secara dialektis. Tidak ada satu pun menifestasi ketidakadilan gender yang lebih penting, lebih esensial, dari yang lain. (hal. 12-13)

Diskursus Pembangunan dan Nasib Kaum Perempuan

WOMEN in development (WID-Perempuan dalam Pembangunan) menjadi bagian diskursus pembangunan, dan merupakan pendekatan dominan bagi pemecahan persoalan perempuan Dunia Ketiga. Gagadan WID dianggap satu-satunya jalan guna memperbaiki status dan nasib berjuta-juta perempuan di negara Dunia Ketiga. Namun setelah kurang lebih sepuluh tahun berjalan, banyak orang mulai menyangsikannya dan mengajukan kritik mendasar terhadap konsep WID. Kritik ini dipelopori oleh pelbagai aliran feminisme. WID dianggap bagian dari Agende Dunia Pertama untuk mendominasi Dunia Ketiga. Konsep WID sendiri dianggap membawa bias feminis liberal, kelas menengah kulit putih, yang dianggap tidak memilki kepentingan pembebasan kaum perempuan. (hal. 58)

Agenda utama program WID adalah bagaimana melibatkan kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan. Asumsinya, penyebab keterbelakangan perempuan adalah kerena mereka tidak berpertisipasi dalam pembangunan. Kritik pertama muncul tahun 70-an. Buku Ester Boserup berjudul Women’s Role in Economic Development, adalah serangan kaum feminis pertama atas pendangan mereka bahwa teknologi membebaskan perempuan. Bagi Boserup, peningkatan teknologi pertanian, justru telah merendahkan status perempuan, karena mengyingkirkan akses perempuan terhadap kerja produktif. Boserup berpendapat bahwa akibat lain dari modernisasi juga menghancurkan perempuan. (hal. 60-61)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa WID merupakan strategi dan diskursus developmentalism untuk melanggengkan dominasi dan penindasan perempuan di Dunia Ketiga, melalui upaya penjinakan (cooptation) dan pengekangan (regulation) perempuan. Berarti pada dasarnya menghindari upaya emansipasi. Oleh karena itu WID diragukan mampu memacu proses transformasi. (hal. 65)

Analisis Gender dalam Gerakan Transformasi Perempuan

Gender sebagai alat analisis umumnya dipakai oleh penganut aliran ilmu social konflik yang justru memusatkan perhatian pada ketidakadilan structural dan system yang disebabkan oleh gender. Gender, sebagaimana dituturkan oleh Oakley (1972) dalam Sex, Gender and Society berarti perbedaan yang bukan biologis yakni perbedaan jenis kelamin (Sex) adalah kodrat Tuhan dan oleh karenanya secara permanen berbeda. Sedangkan gender adalah perbedaaa perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara social, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses social dan kultural yang panjang. (hal. 72)

Dari studi yang dilakukan dengan menggunakan analisis gender ini ternyata banyak ditemukan pelbagai manifestasi ketidakadilan seperti dalam uraian berikut: (1) terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi perempuan-perempuan disebabkan oleh ketidakadilan gender, namun yang dipersoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender. (2) terjadinya subordinasi pada salah satu jenis kelamin, umumnya kepada kaum perempuan. (3) adalah pelabelan negative (stereotype) terhadap jenis kelamin tertentu, dan akibat dari stereotype itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. (4). Kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, karena perbedaan gender. (5). Karena perab gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestic lebih banyak dan lebih lama. (burden). Manifestasi ketidakadilan itu “tersosialisasi” kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap, yang lambat laun akhirnya baik laki-laki maupun perempuan menjadi terbiasa dan akhirnya dipercaya bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan kodrat. (hal. 72-77)

Hegemoni Maskulinitas dan Arah Gerakan Feminisme

FEMINISME sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di hadapan kaum laki-laki saja karena juga sadar bahwa laki-laki (terutama kelas proletar) juga mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi, eksploitasi serta represi dari system yang tidak adil. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan system dan struktur yang tidak adil, menuju ke system yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. Feminitas adalah ideology yang berciri kedamaian, keselamatan, kasih dan kebersamaan. Sementara maskulinitas memiliki karakter persaingan, dominasi, eksploitasi dan penidasan. (hal. 99-101)

0 komentar:

Post a Comment

Bagaimana menurut Anda? Senang sekali jika Anda mau berbagi pendapat dengan saya disini. :)

My Instagram