Mudahnya Bikin Sticker WhatsApp Sendiri
Mentalitas Berqurban Solusi Bangsa
Mahasiswa Program Pascasarjana UNIDA Gontor berpose bersama Rektor & Direktur Pascasarjana usai shalat Iedul Adha 1439 H |
"Jika jiwa Qurban ini dipahami betul dan menjadi mentalitas bangsa ini, maka Indonesia akan sejahtera dan mensejahterakan. jika pemimpin negeri ini, eksekutif, legislatif, pengusaha dan rakyatnya berfikir apa yang saya beri bukan apa yang saya dapat maka Indonesia akan makmur" demikian ungkap Ustadz Khoirul Umam dalam Khutbah Idul Adha 1439 H di Masjid Jami' UNIDA Gontor.
Seluruh Civitas Akademika Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor dan masyarakat sekitar kampus menggelar shalat Idul Adha, Rabu (22/8) pagi. Sholat Idul Adha dilaksanakan di Masjid Jami' UNIDA Gontor. Sholat 'Ied kali ini diimami oleh Ustadz KH. Dr. Ahmad Hidayatullah Zarkasyi, M.A. Dan Ustadz Khoirul Umam, M. Ec. Sebagai Khotib shalat Idul Adha.
Pada khutbahnya, Ustadz Umam berpesan, agar dihari raya yang mulia ini kita merenung sudah sejauh manakah kedekatan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'aalaa. Seperti yang dijelaskannya, Idul Qurban adalah hari raya untuk merayakan kedekatan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'aalaa. "Qurban, dalam bahasa Arab diambil dari kata Qo Ru Ba yang berarti dekat. Maka, apakah kita sudah bisa merayakan kedekatan kita kepada Allah dihari Idul Qurban ini."
Selain itu, dalam khutbahnya Ustadz Khoirul Umam yang merupakan Direktur Program Kaderisasi Ulama (PKU) Gontor menjelaskan kaitan Ihsan dengan berqurban. "Melakukan perbuatan ihsan, mengharuskan kita memberikan lebih dari apa yang biasa diberikan. Ihsan disini lebih tinggi dari perbuatan adil, karena adil memberi kewajiban kita dan mengambil dari apa yang menjadi hak kita. Namun ihsan lebih dari itu, ihsan memberi lebih dari kewajiban kita, dan kita mengabil lebih sedikit dari hak kita. Itulah makna ihsan dan itulah makna yang kemudian terkandung dalam kata berQurban." Ungkapnya.
"Perbuatan ini tidak mungkin akan dilakukan kecuali oleh orang-orang yang dekat dengan Allah. Sehingga kedekatan ini kemudian menjadikan orang tersebut selaliu merasa melihat Allah atau dilihat oleh Allah". Jelasnya.
Usai shalat Idul Adha, kegiatan dilanjutkan dengan penyembelihan hewan Qurban. Penyembelihan dilakukan di samping dapur umum. Tercatat, jumlah hewan qurban di UNIDA Gontor sendiri terdiri dari sapi 10 ekor, kambing 22 ekor dan domba 100 ekor.
Jelajahi dan Kenali Lebih Dekat Kota Pelajar Yogyakarta
Tugu Yogyakarta, source image http://yogyakarta.panduanwisata.id |
Malioboro, image by yogyes.com |
Keraton Ngayoyakarta hadiningrat image http://www.daftarwisataindonesia.com |
Taman Sari, source image: www.objekwisatapopuler.com |
Candi Perambanan, source image: http://saka50ft.deviantart.com |
Candi Borobudur, source image: http://klikdieng.com |
Gunung Merapi, source image: https://www.wisataholik.com |
Wisata Alam Puthuk Setumbu, source image: https://assets.kompasiana.com |
Candi Plason, Source image: https://bonvoyagejogja.com |
hidangan bale raos, image source: wisataliburanjogja.blogspot.com |
Yuk, Ketahui Tantangan Mendasar Umat Islam Saat Ini
- Penyebaran Doktrin Relativisme
- Melakukan Kritik Terhadap al-Qur’an
- Penyebaran Pluralisme Agama
- Mendekonstruksi Syariah
- Penyebaran Faham Feminisme dan Gender
Ada Apa Dengan Teologi Feminis?
Dalam karyanya yang berjudul The Book of the City of Ladies, Pizan menceburkan dirinya dalam perdebatan yang teramat penting bagi kaum perempuan. Apakah kaum ini secara kodrati lebih cenderung kepada kebatilan dan kejahatan daripada kaum laki-laki? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang serius dalam sebuah zaman di mana kaum perempuan dipersalahkan atas beragam kejahatan, mulai dari kemandulan sampai dengan jenis-jenis penyakit yang merenggut nyawa. Pertanyaan umum lainnya ialah apakah kaum perempuan yang merupakan keturunan Hawa, penggoda yang memerosokkan Ada, ke dalam dosa, mampu berpikir jernih dan bertindak etis? Jawaaban umum terhadap pertanyaan ini adalah tidak. Maka dari itu, bukankah pantas dan layak kalau laki-laki berkuasa atas perempuan, jenis kelamin yang lebih lemah secara nalar, badani dan moral/ Pizan secara mendalam merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini dan juga argument-argumen yang dikemukakan oleh banyak cendikia laki-laki yang sangat dihormati, yang menandaskan bahwa kaum perempuan dari kodratnya dalam segala hal lebih rendah dari kaum laki-laki. Setelah secara mendalam memikirkan perkara-perkara ini serta berdoa memohon bimbingan Yang Ilahi, Pizan memutuskan untuk lebih percaya akan dirinya sendiri daripada pelbagai argument kaum laki-laki terpandang itu. Ia mencatat:
Kekerasan Berbasis Gender
Upaya perlindungan dari tindak pidana kekerasan yang berbasis gender dalam lingkup keluarga (rumah tangga) baik kekerasan fisik. Psikhis maupun seksual telah diatur dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) yaitu UU nomor; 23 tahun 2004. Lahirnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan refleksi dari adanya tuntutan social yang mengharuskan undang-undang ini lahir sekaligus sebagai pengakuan bahwa praktek-praktek kekerasan dalam lingkup rumah tangga sebagai fenomena yang nyata dan oleh karenanya perlu dicegah. (hal. 5)
BAB II: Gender dan Ketidakadilan
Secara Bahasa, kata gender (baca jender) berasal dari Bahasa Inggris berarti jenis kelamin. Dalam Womens’ Studies Encyclopedia, sebagaimana di kutip oleh Mufidah Ch, dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep cultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karateristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan Hilary M. Lips, mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Pengertian lain tentang gender sebagaimana dirumuskan oleh Mansour Fakih, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara social dan cultural. (hal. 16)
Menurut Heddy Shri Ahimsha Putra. Istilah gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut: (1). Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu. (2). Gender sebagai suatu fenomena social budaya. (3). Gender sebagai suatu kesadaran social. (4).Gender sebagai persoalan social budaya. (5). Gender sebagai sebuah konsep analisis (6). Gender sebagai suatu perspektif untuk memandang suatu kenyataan. Konsep Gender jika dirunut dalam dimensi kesejahteraan, tampaknya bersumber dari Barat. Melalui Filsafat eksistensialisme yang berkembang di Barat dan Eropa pada pertengahan abad ke 19. Konsep ini megalir dan terus berkembang. Pengaruhnya cukup signifikan terhadap tatanan inpra dan supra struktur masyarakat. Termasuk di antara keterpengaruhan akibat perkembangan filsafat ini adalah bergesernya relasi suami-isteri atau pria dan wanita.
Perbedaan gendr prinsip dasarnya adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sunnatullah sebagai sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan gender tidak menjadi masalah selama tidak menimbulkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun yang menjadi persoalan ternyata, perbedaan gender ternyata telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik kaum laki-laki terutama kepada kaum perempuan. (hal 190)
Tindakan kekerasan dalam konteks relasi persoalan lahir antaralain disebabkan oleh pola relasi kekuasaan yang timpang. Pola relasi semacam ini ketika tersosialisasi dan terlembagakan pada gilirannya menciptakan suatu system social yang adil gender. Asas keadilan dan kesetaraan gender dalam implementasi Undang-Undang PKDRT merupakan upaya negara dalam rangka menciptakan pola relasi personal dan social yang adil gender untuk mengeliminir lahirnya kekerasan dalam rumah tangga ataupun dalam penanganan korban kekerasan yang juga harus memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Penindasan lahir disebabkan oleh pandangan subordinatif yang didukung oleh dinamika social politik yang berakar pada tatanan hirakhis, submissive dan mengesahkan kekerasan sebagai mekanisme control. (hal. 191-192)
Di dalam Islam, ada beberapa isu kontroversial berkaitan dengan relasi jender yang kemudian melahirkan akar-akar kekerasan seperti konsep qawwamah, nusyuz yang berujung pada kebolehan suami memukul isterinya dan konsep domestifikasi peran perempuan, asal usul penciptaan perempuan, pernikahan poligami, hak-hak reproduksi serta peran public perempuan. Pola relasi yang tidak seimbang di antara anggota keluarga memungkinkan terjadinya berbagai tindak kekerasan baik fisik maupun psikis baik dalam bentuk marjinalisasi, subordinasi maupun kekerasan yang mungkin saja dijustifikasi oleh penafsiran agama ataupun keyakinan kultural. Lahirnya berbagai kekerasan dalam rumah tangga antaralai lain disebabkan oleh adanya pola relasi kekuasaan yang timpal yang mengadaikan pola relasi striktural dan atas bawah yaitu relasi antara penguasa dan yang dikuasai. (hal. 194)
Kehidupan keluarga merupakan miniature kecil dari potret kehidupan bangsa pada umunya, sehingga melihat potret kehidupan bangsa pada umumnya, sehingga melihat potret kehidupan sebuah bangsa bisa dilihat dari kehidupasn unit terkecil dari masyarakatnya yaitu kehidupan rumah tangga. Dengan demikian membangun karakter dan moralitas bangsa haruanya dimulai dari kehidupan rumah tangga sebagai unit terkecil dari masyarakat. (hal. 195)
Konsep ideal relasi kemanusiaan dalam Islam sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber ajaran Islam, dalam praktiknya mengalami ‘distorsi’ sebagai akibat interpretasi terhadap teks keagamaan (Qur’an Haists) yang tampak bias gender dengan menampakan adanya pemihakan terhadap jenis kelamin tertentu dan mnsubordinasikan jenis kelamin lainya. Pada posisi ini, maka tidak jarang berbagai manifestasi ketidakadilan gender (kekerasan, peminggiran, steteotipe dan subordinasi) justeru lahir karena mendapat justifikasi agama. (hal. 195)