Kualitas Manusia disisi Allah

rukun-shalat


(إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ . . . . (١٣. . . .
. . . Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. . . ( Al-Hujuraat : 13 )

Harga diri di hapan Allah bukan dilihat dari status sosialnya, kecantikannya, keturunan, dan kekayaan, melainkan nilai kualitas ketakwaannya. Diterangankan di dalam hadist berkenaan dengan hal itu, diriwayatkan oleh Imam bukhari dari Abu Hurairah r.a. dan, diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Allah tidak akan melihat penampilan dan kekayaan kamu, akan tetapi kepada hati dan amalanmu.”

Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abu Lahab r.a berkata, “Seorang laki-laki beranjak menemui Nabi yang sedang berada di atas mimbar. Orang itu berkata, ‘Ya Rasulullah, manusia manakah yang paling baik?’ Rasulullah menjawab, ‘Manusia yang paling baik adalah yang paling rajin membaca Al-Qur’an, yang paling bertakwa kepada Allah, yang paling sering memerintahkan kepada yang makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar, dan paling sering menyambung tali silaturahim.”

Dalam hadist lain dijelaskan bahwa manusia yang paling baik ialah manusia yang berhati tulus dan berlidah lurus. Sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan berhati tulus?” Nabi menjawab, “Hati yang bertaqwa, bersih, tidak menyimpan dosa, tidak lalim, dan tidak dengki.” Nabi ditanya, “sesudah itu apa?” Kata Nabi, “Yang mengembangkan kehidupan dunia sambil mencintai akhirat.” Sesudah itu apalagi? “mukmin dengan akhlak yang baik.” Kemudian dihadist yang lain disebutkan,
“Manusia yang paling baik ialah yang panjang usianya dan baik akhlaknya.” (HR ath-Thabrani dan Abu Na’im)

Wahai Sahabatku! Dari ayat dan hadist di atas menjelaskan kepada kita bahwa manusia yang mulia dalam pandangan Allah dinilai dari segi kualitas takwanya. Dan, manifestasi takwa sendiri  memancarkan kesadaran cahaya ilahiah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pola hidup atau gaya kita menempuh hidup, yang disertai dengan kesadaran yang mendalam bahwa Allah itu hadir.
Innallaha ma’ana ‘sesungguhnya Allah tiu beserta kita’” (at-Taubah: 40). Dan, ia tidak terfokus hanya mempunyai kesadaran vertikal, berupa hubungan dengan Allah swt.., orang yang bertakwa juga memiliki kesadaran horizontal, yaitu hubungan dengan sesama manusia. Dua kesadaran itu dilambangkan dalam praktik shalat. Shalat dimulai dengan takbiratul ihram, artinya takbir yang mengharamkan segala pekerjaan selain menghadap Allah, dengan ucapan Allahu Akbar, Allah Mahabesar. Takbir ini menggambarkan kesadaran vertikal.

Akan tetapi, shalat diakhiri dengan ucapan salam, Assalamu’alaikum yang secara simbolik menunjukkan bahwa kita mempunyai perhatian kepada sesama manusia. kemudian diperkuat dengan anjuran menengok ke kanan dan ke kiri, seolah-olah Allah berpesan, “Kamu betul telah bersungguh-sungguh menghadap-Ku melalui shalatmu, membina hubungan yang baik dengan-Ku. Maka tunjukanlah buktinya dengan membina hubungan yang baik dengan sesama manusia. “itulah Akhlakul karimah.

Dengan demikian, janganlah tertipu oleh penampilan bertopeng shaleh yang kadang membuat terpesona denga kesalehannya. Tetapi dibalik itu wajah sebenarnya menampilkan bahimiyah, biantang buas yang berpenampilan manusia. Karena Allah sendiri mengajarkna kepada hambanya agar cantik batiniyah. Di inggris, hidup novelis terkenal bernama George Bernard Shaw. Ia berwajah jelek, tetapi pintar. Ia tidak memiliki keindahan lahiriah, tetapi keindahan batiniah. Seorang perempuan yang cantik tetapi tidak pintar, tergila-gila padanya. Ia sangat takjub kepada shaw tidak takjub kepada kecantikannya. Menurut al-Ghazali, bila selera orang sudah sampai pada keindahan batiniah, keindahan lahiriah menjadi kecil.

Perempuan itu datang kepada shaw untuk menawarkan dirinya. Ia mengajukan argumen yang masuk akal. “Shaw, I have a very good ideal. bagaimana kalau kita menikah? Supaya anak kita secantik saya dan sepintar kamu.” Perempuan ini hendak menggabungkan dua jenis keindahan. Namun, dengan cepat , Shaw menjawab, “Tidak, saya malah takut, nanti anak saya sejelek saya dan sebodoh kamu.”

Cerita diatas menggambarkan dua jenis keindahan: lahiriah dan batiniah. Seseorang bisa tertarik pada sesuatu karena dua jenis keindahan ini. Para nabi dan imam diberi Tuahan keduanya. Mengapa para nabi harus tampan? Dalam Al-Qur’an disebutkan “Supaya orang tidak membuat alasan untuk menolak kebenarannya; Lialla yakuna linasi ‘alallahi hujjatan ba’dar rasul,”” (an-Nisa’: 165). Bagaimana orang akan menerima kebenaran kalau wajah nabinya menakutkan, misalnya. Karena itulah para nabi dan imam memiliki dua keindahan itu.

Akhirnya, kita harus bersungguh-sungguh untuk memperoleh kualitas ketakwaan. Agar kehidupan kita dinilai oleh Allah swt. yang nantinya sebagai ganjarannya berupa surga yang semua orang mengidamkannya. Untuk itu, diperlukan kesabaran dalam hal apa pun karena salah satu manesfestasi syukur adalah sabar. Dan, tidak semua orang mendapatkan kebaikan dan surga melainkan orang sabar.
“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar” (Fushshilat: 35)
“.., para malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): "Salamun ´alaikum bima shabartum". (keselamatan atasmu berkat kesabaranmu)...” (ar-Ra’d: 23-24)


sumber: Buku Percikan Hati Nurani: sebuah renungan, Gema Insani Press

0 komentar:

Post a Comment

Bagaimana menurut Anda? Senang sekali jika Anda mau berbagi pendapat dengan saya disini. :)

My Instagram